Masalah Gender - Kesehatan Reproduksi
MASALAH GENDER DIDALAM
MASYARAKAT
1. Pengertian Gender
Gender adalah peran sosial dimana peran
laki-laki dan perempuan ditentukan perbedaan fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan
perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai
perubahan zaman peran dan kedudukan sesorang yang dikonstrusikan oleh
masyarakat.dan budayanya karena sesorang lahir sebagai laki-laki atau
perempuan. (WHO 1998)
Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di
mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang
dikonstruksikan oleh kultur setempat yang berkaitan dengan peran, sifat,
kedudukan, dan posisi dalam masyarakat tersebut. Seks atau jenis kelamin
merupakan perbedaan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan ciri
biologisnya. Manusia yang berjenis kelamin laki-laki adalah manusia yang
bercirikan memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing), dan memproduksi
sperma. Perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk
melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan memiliki alat menyusui
(Mansour Fakih, 2008: 8).
Istilah gender diambil dari kata dalam bahasa Arab “Jinsiyyun” yang
kemudian diadopsi dalam bahasa Perancis dan Inggris menjadi “gender” (Faqih,
1999). Gender diartikan sebagai perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan
dan laki-laki yang ditentukan secara sosial. Gender berhubungan dengan
bagaimana persepsi dan pemikiran serta tindakan yang diharapkan sebagai
perempuan dan laki-laki yang dibentuk masyarakat, bukan karena perbedaan
biologis. Peran gender dibentuk secara sosial., institusi sosial memainkan
peranan penting dalam pembentukkan peran gender dan hubungan. gender merujuk pada
karakteristik dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada laki-laki dan
perempuan. Karakteristik dan ciri yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan
pada perbedaan biologis, melainkan juga pada interpretasi sosial dan cultural
tentang apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan (Rahmawati, 2004: 19)
2. Teori – teori Gender
1.
Teori Nurture
Menurut teori nurture adanya perbedaan perempuan dan laki
– laki adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan
tugas yang berbeda. Perbedaan itu membuat perempuan selalu tertinggal dan
terabaikan peran dan kontribusinya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki –
laki dalam perbedaan kelas. Laki – laki diidentikkan dengan kelas borjuis, dan
perempuan sebagai kelas proletar.
2. Teori
Nature
Menurut teori nature adanya pembedaan laki – laki dan
perempuan adalah kodrat, sehingga harus diterima. Perbedaan biologis itu
memberikan indikasi dan implikasi bahwa diantara kedua jenis kelamin tersebut
memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dan tugas yang dapat
dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa karena memang bebeda secara kodrat
alamiahnya. Dalam proses perkembangannya, disadari
bahwa ada beberapa kelemahan konsep nurture yang dirasa tidak menciptakan
kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga maupun bermasyarakat,
yaitu terjadi ketidak-adilan gender, maka beralih ke teori nature. Agregat
ketidak-adilan gender dalam berbagai kehidupan lebih banyak dialami oleh
perempuan, namun ketidak-adilan gender ini berdampak pula terhadap laki – laki.
3.
Teori Equilibrium
Disamping kedua aliran tersebut terdapat
kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan
pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dengan
laki – laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan
laki – laki, karena keduanya harus bekerja sama dalam kemitraan dan
keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk
mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam setiap kebijakan dan strategi
pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan peran perempuan dan laki – laki
secara seimbang. Hubungan diantara kedua elemen tersebut bukan saling
bertentangan tetapi hubungan komplementer guna saling melengkapi satu sama
lain.
3. Bentuk – bentuk Diskriminasi
Gender
Adapun
berbagai macam diskriminasi yang terjadi pada perempuan, diantaranya :
a. Marginalisasi
(peminggiran)
Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Misalnya
banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik
dari segi gaji, jaminan kerja ataupun status dari pekerjaan yang didapatkan.
Hal ini terjadi karena sangat sedikit perempuan yang mendapatkan peluang
pendidikan. Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat,
bahkan oleh negara yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan
pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi).
b. Subordinasi
(penomorduaan)
Subordinasi merupakan penempatan kaum tertentu
(perempuan) pada posisi yang tidak penting. Subordinasi yaitu anggapan
bahwa perempuan adalah kaum yang irrasional atau emosional, perempuan
lemah cengeng dan lain sebagainya sehingga kaum perempuantidak cakap
dalam memimpin. Mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki.
c. Stereotip (citra buruk)
Stereotipe adalah penandaan terhadap kaum
tertentu. Akan tetapi pada permasalahan gender, stereotipe lebih mengarah pada
penandaan yang bersifat negatif terhadap perempuan. Hal ini terjadi karena
pemahaman yang seringkali keliru terhadap posisi perempuan. Stereotip
yaitu pandangan buruk terhadap perempuan. Misalnya perempuan yang pulang larut
malam adalah pelacur, jalang dan berbagai sebutan buruk lainnya.
d. Violence
(kekerasan)
Violence yaitu serangan fisik
dan integritas mental psikologi seseorang (psikis). Kekerasan karena
gender disebut “gender related violence”.
Perempuan
yaitu pihak paling rentan mengalami kekerasan, dimana hal itu terkait dengan
marginalisasi, subordinasi maupun stereotip diatas. Pemerkosaan, pelecehan seksual,
serangan fisik, kekerasan dalam pelacuran dan pornografi, perampokan dan lain
sebagainya merupakan contoh kekerasanyang paling banyak dialami
perempuan.
e. Beban kerja ganda
(double burden)
Disebut juga dengan beban berlebihan, yaitu
tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus. Misalnya,
seorang perempuan selain melayani suami (seks), hamil, melahirkan, menyusui,
juga harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang ia juga ikut mencari nafkah (di
rumah), dimana hal tersebut tidak berarti menghilangkan tugas dan tanggung jawab
sebagai seorang perempuan
4. Faktor faktor yang mempengaruhi Gender
1.
Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis menjadi penting karena
sekresi hormon dan enzim pada lelaki dan perempuan tidak sama. Beberapa hormon
dan enzim diproduksi lebih banyak oleh lelaki, begitu juga sebaliknya. Hal itu
mempengaruhi tampilan dan persepsi tentang tugas gender. Beberapa hormon
mempengaruhi penyempitan pori-pori, sehingga perempuan mempunyai kulit yang
lebih halus dari kaum pria. Di beberapa kasus transgender, faktor biologis
menjadi kurang penting, karena walaupun secara fisik seseorang berjenis kelamin
lelaki, tapi produksi kelenjar progresteron berlebih menempatkannya sebagai
perempuan.
2. Faktor Psikologis
Faktor
psikologis lebih rumit lagi. Motif-motif atau naluri dasar perempuan kebanyakan
berbeda dengan naluri dasar kaum pria. Saat melakukan hubungan seksual, lelaki
sepenuhnya bermotif biologis. Bagi perempuan, hubungan seksual didasari motif
psikologis. Orgasmus bagi perempuan lebih berkonotasi mental ketimbang fisik.
Naluri reproduktif, luapan penyerahan, rasa memuja, rasa terlindungi, harapan
berbagi, keterpenuhan fungsi, kebanggaan, dan masih banyak lagi aspek
psikologis, adalah gejala nyata orgasmus perempuan daripada kontraksi biologis.
Inilah yang muncul sebagai perilaku alamiah, sebagai arus utama atribusi budaya
tentang perempuan.
Komentar
Posting Komentar